LOMENIK.ORG,JAKARTA-Sektor pertanian adalah salah satu penunjang Perekonomian Bangsa Indonesia yang sangat penting, hal itu bisa dilihat dari kontribusinya terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) yang cukup besar yakni sekitar 13,28 persen pada tahun 2021, urutan kedua setelah sektor Industri Pengolahan sebesar 19,25 persen.
Momen International Womens Day 2023, KSBSI Sampaikan Sikap Kritis Terhadap RUU KIA,
ITUC Sambut Baik Perjanjian Global Mengatasi Krisis Polusi Plastik,
PermenPAN-RB 83 Terbit, Mediator Hilang 50 Persen, Buruh Semakin Menderita,
Kontribusi
di subsektor perkebunan tahun 2021 yaitu sebesar 3,94 persen terhadap total PDB
dan 29,67 persen terhadap sektor Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan atau
merupakan urutan pertama pada sektor tersebut.
Kelapa sawit merupakan komoditas hasil perkebunan yang menghasilkan minyak nabati yang banyak peruntukannya, untuk minyak masak, minyak industri, maupun bahan bakar (biodiesel).
Data Kementerian Pertanian (Kementan) tahun 2019 menunjukkan jumlah petani kelapa sawit sebanyak 2,67 juta orang dan jumlah tenaga kerja sebanyak 4,42 juta pekerja.
Dari besarnya jumlah pekerja di sektor kelapa sawit tersebut, perlunya memperhatikan faktor Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) dalam segala kegiatan di sektor sawit, dalam rangka menjamin dan melindungi keselamatan dan kesehatan tenaga kerja melalui upaya pencegahan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja.
Hal ini sesuai amanah Pasal 1 angka 2 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 50 Tahun 2012 tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3). Kebijakan penerapan K3 di Indonesia juga diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, UU Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja, dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 50 Tahun 2012 tentang Penerapan Sistem Manajemen K3 serta peraturan pelaksanaannya.
Dalam rangka memperingati bulan K3 nasional Jejaring Serkat Pekerja Buruh Sawit Indonesia (JAPBUSI) berkenan menyampaikan hasil riset tentang buruh sektor kelapa sawit, terutama tentang hubungan kerja dan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) sebagai berikut,
Status Hubungan Kerja di sektor sawit memerlukan aturan dan perjanjian kerja untuk menciptakan keharmonisan hubungan kerja antara pegawai dan perusahaan. Kedua belah pihak perlu mengetahui dan sepakat pada isi dari perjanjian kerja yang dimaksud.
Dari hasil survey diketahui bahwa sebagian besar responden tidak memiliki kontrak kerja dengan perusahaan (63%). Dalam UU no. 13 tahu 2003 tentang Ketenagakerjaan, telah diatur mengenai hubungan kerja. Lebih spesifik paa pasal 50 dikatakan bahwa, “Hubungan kerja terjadi karena adanya perjanjian kerja antara pengusaha dan pekerja/buruh.” Jam kerja pegawai juga telah diatur dalam UU Ketenagakerjaan pasal 77 mengenai Waktu Kerja. Menurut aturan tersebut jam kerja karyawan adalah 40 jam dalam satu minggu.
Dalam pecahan hari artinya 7 jam per hari, untuk pegawai dengan 6 hari kerja atau 8 jam sehari, untuk pegawai dengan 5 hari kerja. Hasil survey menunjukkan bahwa responden yang memiliki kontrak kerja sebesar 34% mengaku bahwa jam kerja sudah ditentukan dengan jelas oleh perusahaan, sementara 3 % lainnya mengaku tidak memiliki aturan jam kerja yang jelas, Responden yang menjawab mengenai jam kerja, 32% nya mengatakan bahwa dari aturan yang ada jam kerja seharusnya kurang dari 8 jam.
Namun dalam implementasinya masih terdapat jam kerja yang melebihi dari 8 jam, bahkan lebih dari 12 jam. Pengaturan tentang jam lembur pegawai juga telah diatur dalam UU Ketenagakerjaan pasal 78. Menurutnya, aktu kerja lembur hanya dapat dilakukan paling banyak 3 (tiga) jam dalam 1 (satu) hari dan 14 (empat belas) jam dalam 1 (satu) minggu. 89% responden menyatakan bahwa terdapat aturan jam kerja di perusahaan mereka bekerja.
Survey ini juga menanyakan terkait jam istirahat yang didapat oleh pegawai. Sebagaian besar responden menyatakan bahwa jam istirahat yang diberikan adalah 1 jam. Dalam pengisian kuesioner ini masih ditemukan bahwa 19% responen mendapat jam istirahat yang kurang dari 1 jam. 33% responden mengatakan bahwa terdapat aturan yang jelas terkait upah, lembur, dan tunjangan. 4% responden mengatakan tidak aturan tersebut.
Upah Pegawai berdasarkan hasil survai sebagian besar responden mengatakan bahwa upah yang mereka terima sudah sesuai dengan UMK/UMP yang berlaku. 32% responden mengatakan bahwa gaji mereka dibayarkan sesuai dengan perjanjian, namun masih ada 5% responden yang mengatakan sebaliknya.
Dalam pembayarannya sebagaian besar responden (89%) mengatakan dibayarkan sesuai waktunya. Namun pernah juga terjadi penundaan pembayaran, seperti yang dinyatakan 20% responden. 92% responden menyatakan bahwa system pembayaran upah mereka adalah bulanan. Dengan jumlah hari kerja lebih dari 21 hari.
Hak cuti yang dimiliki pegawai dari hasil survey diketahui bahwa 36% responden menjawab bahwa mereka memiliki hak cuti. Hal ini sejalan dengan yang telah diatur dalam UU Ketenagakerjaan pasal 79. Namun 21% responden mengatakan bahwa mereka akan mendapat potongan upah apabila mengambil cuti sakit. Sedangkan 70% responden mengatakan bahwa mereka akan dipotong upahnya bila melakukan cuti tanpa izin.
Ketersediaan Fasilitas Pelayanan Kesehatan disektor sawit, 65% responden menyatakan bahwa tersedia pemeriksaan kesehatan sebelum mulai bekerja dan juga dilakukan secara rutin dalam waktu kerja. Sebagaian besar responden (74%) juga mengatakan bahwa perusahaannya mendaftarkan karyawannya untuk mengikuti BPJS Ketenagakerjaan.
Akses fasilitas kesehatan adalah hal yang penting untuk menunjang kinerja pegawai. Masih terdapat 12% responden yang belum mendapatkan akese ke fasilitas kesehatan. Padahal dari hasil survey diketahui bahwa dalam 12 bulan terakhir masih terjadi kecelakaan di tempat kerja. 25% responden menyatakan bahwa dalam 12 bulan terakhir sering terjadi kecelakaan di tempat kerja.
Fasilitas kesejahteraan bagi pegawai dan keluarganya dalam meningkatkan kesejahteraan, pengusaha wajib menyediakan fasilitas kesejahteraan. Fasilitas yang dimaksud diantaranya adalah ruang laktasi atau menyusui bagi karyawan wanita yang memilki bayi, serta fasilitas rekreasi atau olahraga.
Dari hasil survey diketahui 67% responden mengatakan bahwa di tempat kerja mereka belum memiliki ruang menyusui. Namun tempat rekreasi atau olahraga sudah terdapat di perusahaan mereka, seperti dikatakan oleh 51% responden.
Implementasi K3 di wilayah kerja dalam hal ini perusahaan wajib untuk menjamin kesehatan dan keselamatan pegawai saat bekerja, oleh karena itu perlu untuk memperhatikan aturan yang ada agar dilakukan dengan sesuai. Dari hasil survey diketahui bahwa dalam 12 bulan terakhir masih terdapat kecelakaan kerja, 25% respondeng menyatakan kecelakaan kerja sering terjadi di tempat kerja mereka.
Langkah yang bias dilakukan untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja diantaramya adalah diadakan himbauan melalui lisan maupun gambar serta penggunaan APD. Dari hasil survey diketahui bahwa masih terdapat 26% responden yang tidak mendapat informasi mengenai K3 di tempat kerja. Namun sebagaian besar responden (59%) telah mendapatkan pelatihan K3 di tempat kerjanya. Sebagain besar responden juga sudah mendapatkan APD yang mereka perlukan dalam pekerjaannya.
Sekalipun
sudah diadakan upaya pencegahan kecelakaan kerja, sebagian besar responden
(91%) masih merasa khawatir tentang keselamatan dan kesehatan kerja mereka.
Serta masih terdapat juga respondne yang mengalami kecelakaan kerja, yaitu
sebanyak 62%.
Dari Hasil survay tersebut dapat disimpulkan bahwa,
1.
Pengetahuan pekerja sawit terkait kesehatan dan keselamatan kerja dapat
dikatakan cukup. Mereka merasa penerapan K3 di tempat kerja adalah hal yang
penting, namun terdapat beberapa perusahaan yang belum mendukung penerapan K3
secara komprehensif.
2.
Sikap dan Perilaku pekerja sawit terkait K3 memiliki respon yang positif.
Pekerja setuju dengan diterapkannya K3 dan sudah bekerja sesuai prosedur yang
berlaku. Penggunaan alat pelindung diri (APD) juga sudah dilakukan oleh
pekerja, seperti menggunakan sepatu, kacamata, dan helm. Namun beberapa
perusahaan kurang mendukung dengan tidak tersedianya APD lengkap yang
diperbarui rutin.
3.
Seluruh pekerja tetap kelapa sawit telah memiliki BPJS kesehatan dan BPJS
Ketenagakerjaan yang difasilitasi oleh perusahaan, serta tersedianya klinik
untuk mendukung kesehatan pekerja di perkebunan kelapa sawit.
4.
Sebagai besar pekerja belum paham akan status pekerja mereka yang berupa SKHU.
Terdapat beberapa pekerja yang belum mendapatkan gaji sesuai standari UMP.
5.
Tidak terdapat pekerja anak di perkebunan kelapa sawit secara resmi. Pekerja
anak usia SMP SMA yang ada biasanya membantu meringankan beban kerja orang tua
mereka.
JAPBUSI juga menyarankan bahwa,
1. Perlu adanya sosialisasi dan workshop dari perusahaan terkait kesehatan dan keselamatan kerja secara berkesinambungan untuk menanamkan konsep K3 dan pentingnya K3 bagi kesehatan dan keselamatan pekerja
2.
Perusahaan perlu menyiapkan alat pelindung diri (APD) yang standar dan
diperbaharui secara berkala untuk mendukung respon positif dari pekerja dalam
menerapkan K3
3.
Perusahaan perlu memperjelas jenis kontrak dari pekerja dan diperbaharui secara
berkala, sehingga pekerja paham apa saja hak dan kewajibannya di tempat kerja
4.
Perlunya peraturan yang tegas terkait mempekerjakan atau menyuruh anak untuk
bekerja di perkebunan kelapa sawit untuk menghindari kondisi yang tidak
diinginkan
5.
Dinas Ketenagakerjaan setempat wajib melakukan evaluasi dan monitoring secara
berkala kepada perusahaan perkebunan kelapa sawit terkait penerapan K3 dan
hubungan kerja
6.
Pentingnya pendampingan serikat pekerja untuk memastikan hak-hak pekerja
terealisasikan dan terpenuhi dengan baik oleh perusahaan.(*)
0 Komentar